Anggota Kongres AS Hobinya Kirim Surat dan Campuri Urusan Negara Lain

Pengiriman surat dari 40 anggota Kongres AS kepada Pemerintah Indonesia merupakan hal yang biasa. Anggota DPR RI Abdillah Toha mengatakan, sudah menjadi kebiasaan mereka mengirimi surat yang isinya mencampuri masalah-masalah yang terjadi di negara lain. “Mereka hobinya memang nulis surat ke negara-negara di dunia,” ujarnya.
Pemerintah tak perlu menanggapi surat tersebut secara berlebihan. Kalau pun mau, cukup Kementrian Luar Negeri saja yang menanggapi dengan menyatakan bahwa anggota Kongres AS itu tak bisa mengintervensi hukum di Indonesia. “Takutnya jika pemerintah RI bereaksi terlalu besar, mereka menjadi besar kepala,” kata Abdillah di sela-sela pertemuannya dengan rombongan dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Senin (11/8) di gedung DPR, Jakarta.
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, salah satu Ketua DPP HTI Farid Wadjdi memberikan saran agar anggota DPR sebaliknya rajin pula mengirimkan surat pada Kongres AS menyatakan bahwa negara kita tak mau diintervensi. Saran ini ditanggapi positif. Abdillah mengaku pihaknya belum pernah berfikir sejauh itu.
Sementara itu, terkait dengan isi surat anggota Kongres AS yang menyinggung masalah HAM di Papua, Abdillah menilai sesungguhnya AS sudah tidak punya otoritas moril untuk mengatur permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia. Karena, AS sendiri merupakan pelanggar HAM terberat dunia. Oleh karena itu, daripada mengurusi HAM negara lain, lebih baik AS membenahi HAM di negerinya sendiri terlebih dahulu.
HTI sendiri merasa khawatir dengan reputasi pemerintah Indonesia cukup buruk dalam menyikapi intervensi yang dilakukan asing, khususnya AS. Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengambil contoh kasus blok Cepu dimana tanpa ada satu pun dasar yang rasional baik secara historis, yuridis maupun ekonomis bagi pemerintah tapi tetap saja diserahkan pada Exxon Mobil. Hal ini disebabkan intervensi yang cukup kuat dilakukan oleh pemerintah AS. “Belum lagi Condoliza Rize mendarat, blok Cepu sudah diserahkan,” ungkapnya.
Ismail Yusanto menegaskan kedatangan HTI ke gedung DPR untuk menyampaikan penentangan terhadap intervensi AS dan kekhawatiran pada gerakan separatisme. Sikap ini merupakan bagian dari gagasan Khilafah. Substansi Khilafah adalah syariah dan ukhuwah. Perwujudan ukhuwah ini salah satunya adalah persaudaraan dalam kesatuan wilayah. Oleh karenanya, HTI bersikap tegas menolak segala upaya pemisahan wilayah kesatuan negeri ini. Argumennya, kaum muslimin diperintahkan oleh Allah untuk bersatu, sementara fakta kaum muslimin saat ini telah berpecah belah. “Bagaimana kalau sudah pecah, pecah lagi. Tentu ini sangat membahayakan,” ujarnya.
Ketua Umum DPP HTI Hafidz Abdurrahman menyatakan fakta adanya jaringan kuat di balik kelompok separatis disadari betul oleh HTI. Hal ini mengingatkan pada sejarah disintegrasi yang terjadi di beberapa wilayah Khilafah Turki Utsmani hingga keruntuhannya. Salah satu faktor terjadinya Disintegrasi itu karena pengaruh kaum misionaris. Kasus yang sama terjadi pula di Timor Timur. Oleh karenanya, HTI mengingatkan pada kaum Nasrani bahwa sesungguhnya kepentingan AS dan negara-negara imperialis lainnya bukanlah untuk kepentingan Kristen namun semata-mata hanya untuk mengeruk kekayaan yang ada.
HTI menyerukan pada kaum Kristen di Papua dan di wilayah lain bahwa upaya separatisme yang dilakukan hanyalah akan merugikan diri mereka sendiri. Kaum Kristen juga diingatkan supaya tidak mau diperalat demi kepentingan negara-negara imperialis tersebut. HTI juga mengingatkan pada kaum muslimin di Papua supaya berjuang agar Papua tidak lepas dari Indonesia. [ihsan/www.suara-islam.com]

0 komentar: